SAMARINDA - Warning inflasi tinggi untuk skala
nasional, diyakini tak bakal banyak berpengaruh di Kaltim. Hingga
September, kemungkinan inflasi bakal terus menurun. Meski setelahnya
diprediksi kembali naik, diperkirakan tak bakal setinggi Juli yang
menyentuh 3,79 persen. Testimoni ini datang dari Bank Indonesia (BI)
perwakilan Kaltim. Hanya saja, sejumlah pengusaha sudah telanjur cemas.
Hasil survei Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim, menunjukkan
pasokan bahan pangan di provinsi ini terus berkurang. Kondisi tersebut
dikhawatirkan memicu kenaikan harga bahan pokok dan inflasi. Wakil Ketua
Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin Kaltim,
Fakhruddin Noor, mendesak kebijakan pemerintah terhadap persoalan
tersebut.
Dalam dua-tiga hari ke depan, internal Kadin akan menggelar rapat,
menyikapi kondisi ini. “Ini masalah krusial,” sebut dia. Momen Ramadan
pada Juli-Agustus lalu, memberi dampak besar terhadap pasokan bahan
pokok di daerah. Untuk Kaltim, keberadaannya bergantung pasokan dari
Pulau Jawa dan Sulawesi. Menurut Fakhruddin, Pemprov perlu mengatur
strategi agar pasokan di Kaltim terjaga.
“Perlu dilihat bagaimana jalur distribusi ke Kaltim. Apakah dari jalur
tersebut ada penimbunan barang di daerah lain? Kalau enggak ada, bisa
dicari celahnya agar pasokan yang datang full,” kata dia, menyarankan.
Namun demikian, persoalan bukan hanya dari faktor distribusi. Berdasar
pengakuan distributor, kata Fakhruddin, permintaan barang dari pabrik
belakangan kerap tak terpenuhi.
Rupanya produksi dari pabrik akhir-akhir ini belum maksimal. Mayoritas
buruh belum aktif bekerja setelah libur Lebaran. Keadaan ini kerap
terjadi dari tahun ke tahun setelah Idulfitri. Namun demikian, tahun ini
berjalan lebih lama. Meski demikian, sinyal kondisi membaik terus
digaungkan. Kekhawatiran inflasi tinggi melanda hingga akhir tahun
secara nasional, diprediksi tak akan terjadi di Kaltim.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim, Ameriza M Moesa,
memperkirakan inflasi mulai menyusut sejak akhir bulan ini. "Dampak
lanjutan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) memang masih terasa
pada Agustus ini. Inflasi pun masih dipicu permintaan kebutuhan yang
tinggi saat Lebaran lalu," ucapnya. Meski demikian, Ameriza meyakini
angka inflasi pada bulan-bulan berikutnya tak akan setinggi Juli.
Seperti rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, laju inflasi Kaltim
pada Juli mencapai 3,79 persen (month to month). Terjadi perubahan
Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 152,57 ke 158,36. Dengan pergeseran IHK
tersebut, sampai Juli, inflasi Kaltim tahun ini telah mencapai 10,14
persen. Sedangkan secara year on year, laju inflasi Juli 2013 menyentuh
angka 8,05 dibanding periode yang sama tahun lalu.
Untuk Agustus hingga September, inflasi diprediksi bakal terus turun.
Meski Oktober hingga Desember terjadi inflasi, diyakini tak akan sehebat
Juli lalu. Untuk berikutnya, inflasi di Kaltim (month to month) akan
tetap kembali normal. "Meskipun tak mencolok, saya yakin akan mulai
turun. Bisa seperti Juni lalu saja, sudah cukup bagus," tuturnya.
Inflasi Kaltim pada Juni masih berada pada posisi 1,11 persen meskipun
harga BBM naik pada bulan tersebut.
Ameriza menyebut, dampak kenaikan BBM terhadap inflasi memang baru
terasa pada bulan-bulan berikutnya. "Dampak dari BBM hanya dirasakan di
minggu-minggu terakhir. Juli lalu, memang puncaknya," tandas pria
berkaca mata itu. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi
jadi penyebab utama melonjaknya inflasi Juli, di samping tingginya
permintaan kebutuhan selama Ramadan.
Inflasi Juli sebesar 3,79 persen merupakan yang tertinggi jika
dibanding bulan-bulan sebelumnya tahun ini. Biasanya inflasi memang
jarang menyentuh 3 persen. Tahun ini, baru terjadi pada Juli.
Berdasarkan golongan pengeluaran, inflasi terbesar terjadi di bidang
transportasi dan komunikasi, sebesar 7,87 persen. Di bawahnya, kategori
makanan menyusul dengan inflasi sebesar 5,89 persen dan masih menjadi
pemberi andil terbesar inflasi di Kaltim, dengan kontribusi sebesar 1,65
persen.
Tingginya andil inflasi dari kategori bahan makanan disebabkan sebagian
besar komoditas pangan utama berasal dari luar daerah. Terlebih, kata
dia, selama Ramadan yang berakhir awal bulan ini, permintaan bahan
makanan juga melesat jauh dibanding bulan biasa. Kategori sandang
menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi Juli
lalu, hingga menyentuh 2,89 persen.
Di tiga TPID (tim pengendali inflasi daerah), yakni Samarinda,
Balikpapan dan Tarakan, kelompok ini pun mengalami deflasi masing-masing
sebesar 2,75 persen, 3,08 persen, dan 3,04 persen. Sedangkan untuk
tiap-tiap TPID, Samarinda menjadi kota dengan inflasi tertinggi
dibanding dua kota lainnya. Juli, laju inflasi Samarinda sebesar 4,10
persen.
No comments:
Post a Comment