“Apa tim Imdaad-Ipong kehabisan dana?” tanya wartawan kepada Cawagub
Ipong Muchlissoni usai makan di warung Prapatan Jalan AR Hakim
Samarinda, kemarin. Ipong sejenak terdiam. Tapi kemudian menjawab kalau
ia dan Pak Imdaad Hamid sudah sepakat menjadikan belusukan sebagai
tradisi yang dipertahankan. Bahkan ketika kelak keduanya menjadi
gubernur dan wakil gubernur.
“Tugas kami nanti menemui dan melayani rakyat. Kami sudah memulai menunaikannya sejak sekarang. Dan hasilnya memang luar biasa. Rakyat merindukan pelayanan dari pemimpin,” ujar Ipong, alumni Fisipol Universitas Mulawarman Samarinda itu.
Cawagub kelahiran Lamongan Jawa Timur 29 April 1967 itu mengakui selama masa kampanye yang dijadwal oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) selama 12 hari, sejak 25 Agustus - 5 September, timnya tidak melakukan kampanye terbuka di lapangan. Ia mengakui dengan tidak kampanye terbuka itu pasangan Imdaad-Ipong sekaligus juga melakukan penghematan biaya.
“Di samping itu kami tidak tega kalau masyarakat disuruh datang menemui cagub dan cawagub ke lapangan terbuka. Jadi, biar kami yang menemui rakyat,” tuturnya, lugas.
Sejak masa kampanye dimulai tanggal 25 Agustus, pasangan ini tidak tampil bersama-sama karena membagi kegiatan di beberapa daerah. Imdaad Hamid selain melakukan belusukan di pasar-pasar Balikpapan dan menemui masyarakat, juga bertemu sejumlah tokoh di Berau, Bulungan, Tarakan dan Nunukan. Sementara Ipong Muchlissoni bergerak di Samarinda dan Kutai Kartanegara.
Ipong mengakui perlu ketahanan fisik untuk menemui warga di desa-desa. Apalagi dengan kondisi jalan yang sebagian rusak parah. “Saya semakin bersemangat karena antusias warga desa terhadap kami luar biasa. Biasanya saya menunggu sebentar di rumah warga yang dijadikan tempat pertemuan, tidak berapa lama sudah berkumpul sampai ratusan orang. Jadi, capek perjalanan seketika hilang,” kisah pengusaha perumahan yang pernah jadi anggota DPRD Kaltim dua periode ini.
Pasangan Imdaad-Ipong rencananya hanya sekali melakukan kampanye terbuka di lapangan. Yaitu pada hari terakhir jadwal kampanye 5 September di lapangan bola Rondong Demang Tenggarong.
IMDAAD DITIMPA ISU PUTRA DAERAH
Semakin dekat masa pemilihan gubernur 10 September 2013, berbagai isu negatif disebar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya Imdaad Hamid yang dikaburkan identitasnya sebagai orang Kutai.
“Kami keluarga Kutai asli. Memang bukan dari keturunan bangsawan, tapi rakyat biasa. Sampai sekarang saya dan ibu (istri, Red) sama-sama pakai bahasa Kutai. Anak-anak juga,” ujar Imdaad Hamid kepada wartawan.
Imdaad Hamid merasa perlu menjelaskan asal-usul dirinya karena banyak yang mengira dia bukan putra daerah asli Kaltim. Kakeknya bernama KH Ahmad Mukhsin adalah seorang ulama terkenal di zamannya. Karena kegiatan syiar Islam, nama kakeknya itu diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Tenggarong.
“Pemerintah memutuskan mengabadikan nama kakek saya menjadi nama jalan di Tenggarong,” cerita Imdaad.
Ayahnya bernama Abdul Hamid di tahun 60-an sudah kerja dengan pemerintah. Imdaad menceritakan ayahnya pernah ditugaskan di Barong Tongkok (sekarang Kabupaten Kutai Barat) sebagai staf wedana. Tepatnya menjadi sopir dari Wedana. “Saya ingat mobilnya waktu itu Land Rover,” katanya, suatu hari. Jadi, masa kecilnya sebagian juga dihabiskan di Barong Tongkok.
Lahir di Tenggarong, 5 Juli 1944, Imdaad menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman tahun 1979. Ia sangat tertarik dengan masalah ekonomi, sehingga dalam kepemimpinan menjadi Sekda Balikpapan selama 7 tahun dan menjadi wali kota selama 10 tahun, konsep-konsep ekonomi yang menginspirasinya.
“Dulu kita kenal istilah pembangunan yang berkelanjutan. Ini konsep pembangunan ekonomi yang memperhatikan lingkungan. Itu juga yang bakal kami terapkan jika nanti menjadi Gubernur Kaltim,” kata Imdaad.
Balikpapan sendiri, di bawah kendalinya selama 10 tahun, selalu mendapat predikat kota bersih dengan meraih Adipura Kencana. Ia juga konsen terhadap lingkungan seperti menjadikan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) agar terjaga karena menjadi sumber air warga Balikpapan. Masyarakat di kota itu merasa terkesan dengan Imdaad, karena ia termasuk pemimpin yang menolak masuknya investor batu bara.
Pada tahun 2004 Imdaad membuat kebijakan untuk mempertahankan kelestarian Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) seluas 9.782 ha. Dengan mengeluarkan Perda No. 11 tahun 2004 tentang pengelolaan hutan lindung Sungai Wain dan keputusan Wali Kota Balikpapan No. 14 tahun 2004 tentang pembentukan Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain.
Kebijakan tersebut penting karena Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan penyangga utama lingkungan, penyedia sumber air Balikpapan, dan penunjang industri kilang minyak PT Pertamina UP V.
Pada tahun 2005 Pemkot Balikapapan membangun Kebun Raya Balikpapan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) sebagai hutan penelitian, ekowisata, pendidikan, dan konservasi seluas 291 ha.
No comments:
Post a Comment