INILAH.COM, Tanjungpinang - Lembaga Perikanan dan Kelauatan
Indonesia menyatakan sebagian besar nelayan tradisional di Kepulauan
Riau (Kepri) tidak mengetahui batas negara Indonesia dengan negara lain.
Akibatnya, banyak nelayan berurusan dengan aparat hukum Malaysia dan Singapura.
"Persoalan
batas-batas negara Indonesia dengan Malaysia hingga sekarang belum
tuntas sehingga merugikan nelayan Kepri. Beberapa nelayan lokal
ditangkap aparat keamanan Malaysia karena dianggap memasuki wilayah
administrasi negara itu," ungkap pengurus Lembaga Perikanan dan Kelautan
Indonesia (LPKI) Kepri Marlis Markam, di Tanjungpinang, Minggu
(28/7/2013).
Marlis menambahkan, nelayan yang ditangkap juga
harus merelakan kapalnya dibakar oleh petugas Malaysia. Sementara mereka
dipenjara dan dideportasi setelah menjalani hukuman. "Bagi nelayan yang
pernah dihukum, hal itu yang biasa terjadi. Tetapi sebagian nelayan
menjadi takut melaut," ungkapnya.
Hal ini disampaikan Marlis
saat menjadi narasumber pada seminar "Menguatkan Kedaulatan Kelautan di
Kawasan Perbatasan" yang diselenggarakan Komunitas Bakti Bangsa dan
Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan
Tanjungpinang, Minggu kemarin.
Ia menegaskan bahwa batas negara
merupakan masalah serius yang seharusnya diselesaikan secara cepat dan
tepat. Jika dibiarkan mengambang, maka jumlah nelayan lokal yang menjadi
korban akan semakin banyak.
Namun, penangkapan nelayan asal
Kepri oleh aparat penegak hukum Malaysia juga dipertanyakan karena batas
wilayah administrasi antara Indonesia dengan Malaysia belum tuntas.
Beberapa waktu lalu petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri yang
sedang bertugas di perairan Berakit, Kabupaten Bintan sempat ditangkap
aparat keamanan Malaysia.
"Batas-batas negara Indonesia dengan
Malaysia yang belum tuntas menyebabkan Indonesia dirugikan. Petugas
Malaysia terlalu berlebihan menegakkan hukum, hingga berani memasuki
kawasan Kepri," ujarnya.
Menurut dia, nelayan Kepri membutuhkan
GPS sebagai pemandu saat melaut. Pemerintah sebaiknya menyediakan GPS
dan memberikan pembinaan kepada nelayan agar dapat memanfaatkannya
secara optimal. "GPS dapat meminimalisir pelanggaran yang dilakukan
nelayan lokal," ungkapnya.
Selain masalah batas negara, ia
mengimbau pemerintah untuk membantu nelayan dengan menyediakan alat
tangkap ikan yang lebih canggih. Selama ini nelayan hanya menggunakan
kapal kecil dan alat tangkap ikan yang sederhana. "Pemerintah wajib
membantu nelayan. Nelayan juga harus memanfaatkan bantuan semaksimal
mungkin, bukan untuk kepentingan sesaat," katanya.
Persoalan
batas negara juga diungkapkan Asisten Intelijen Lantamal
IV/Tanjungpinang Kolonel A Simatupang dalam seminar. "Pembahasannya alot
hingga sekarang belum tuntas. Berbeda dengan batas Indonesia dengan
Australia, yang sudah diselesaikan dengan baik," ujarnya.
Simatupang
menyatakan kesiapan TNI AL dalam melindungi nelayan dari ancaman pihak
asing. "Selama ini beberapa nelayan memberikan kontribusi informasi
kepada petugas TNI AL yang sedang melakukan patroli di wilayah perairan
Kepri," katanya.
No comments:
Post a Comment