Jakarta - Upaya aparat keamanan Mesir yang membubarkan
demonstran pendukung presiden terkudeta Mohammad Morsi, dengan cara
kekerasan dinilai berlebihan bahkan sewenang-wenang dengan mengabaikan
aspek hukum.
"Cara kekerasan bukanlah solusi. Kekerasan hanya
akan memperuncing dan memperpanjang permasalahan. Dunia harus mengutuk
dan meminta pertanggungjawaban militer Mesir atas tindakannya yang
membabi-buta
dalam membubarkan demonstran damai," ujar Direktur Pusat
Kajian Timur Tengah dan Dunia Islam (PKTTDI) Universitas Muhammadiyah
Jakarta (UMJ), Hery Sucipto, kepada detikcom, Kamis (15/8/2013).
Menurutnya,
tindakan militer Mesir sudah kelewat batas dan melanggar
prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, kata dia, bisa
dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat.
"Demonstrasi, apalagi
dilakukan secara damai, adalah bagian dari prinsip demokrasi dan
kebebasan berserikat. Karena itu, tidak dibenarkan pelarangan terhadap
penyampaian aspirasi selagi dilakukan
secara damai dan menghormati norma-norma yang berlaku," lanjut Hery.
Atas
kejadian tersebut, ia menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar
membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki tindakan brutal
militer terhadap warga sipil yang menewaskan lebih dari 300 orang, Rabu
kemarin, di lokasi alun-alun Rabaa, Nasr City, dan
alun-alun depan Cairo University, Mesir.
Fungsionaris
Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini juga menyayangkan sikap pemerintah RI
yang tidak tegas dan terkesan main aman. Menurutnya, kebiadaban terhadap
kemanusiaan harus terkutuk.
"Pemerintahan SBY tidak berbuat
apa-apa. Seharusnya, ini kesempatan Indonesia untuk memprakarsai
digelarnya sidang darurat OKI, atau inisiatif lainnya dalam rangka
mencari solusi damai. Padahal dalam konteks percaturan global, khususnya
dalam kasus Timur Tengah, Indonesia berpotensi besar menjadi mediator
penyelesaian berbagai konflik, termasuk di Mesir," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment