Friday, 23 August 2013

Gara-gara Jadi Alat Pengintip dan Mata-Mata


Jakarta - Robert Kilmon sangat serius menekuni hobinya memainkan pesawat radio control (RC). Pria asal Nashua, New Hampshire, Amerika Serikat ini mempunyai beberapa jenis pesawat model dalam ukuran yang besar dan rutin menerbangkannya.

Tapi kesenangannya agak terganggu akhir-akhir ini. Semua gara-gara disorotinya pesawat model oleh publik, setelah munculnya kontroversi 'Drone' si pesawat mata-mata, dan helikopter pengintip.

Publik kini semakin sulit membedakan pesawat model RC dengan pesawat tanpa awak yang kerap disebut 'Drone' tadi, karena penggunaan pesawat yang dikontrol dengan gelombang radio semakin trendi.

Ada toko yang memakai pesawat RC untuk mengirimkan pizza ke konsumen. Sementara pihak militer Amerika Serikat memakai 'Drone' untuk memata-matai musuh atau menembakkan rudal mematikan, seperti yang terjadi di Afghanistan.

Di sisi lain, ada tren penggunaan helikopter RC yang ditempeli kamera video untuk tujuan macam-macam. Mulai dari sekadar pengawasan properti pribadi sampai akhirnya disalahgunakan, antara lain untuk mengintip orang mandi.

“Semakin banyak orang yang membeli helikopter seperti itu,” kata Betty Pusateri, pemilik toko J&C Hobby di Penn Hills. Model paling laris adalah helikopter berbaling-baling empat.

Secara teknologi pesawat RC memang semakin canggih. Kebanyakan pesawat RC sudah digerakkan listrik untuk menggantikan mesin berbahan bakar khusus. Gelombang radio yang digunakan juga sudah lebih baik karena memakai gelombang baru, seperti 2,4 MHz, yang relatif bebas intervensi.

Hobi yang satu ini pun makin murah. “Dalam kurun waktu lima sampai enam terakhir, Anda bisa menerbangkan pesawat RC dengan baik hanya dengan US$ 100 sampai US$ 150,” kata Kilmon, yang jadi pehobi sejak 1963 ini. Kilmon bercerita, waktu dia memulai hobi itu, sistem radio yang dipakai adalah gelombang 27 MHz dengan pita CB. Lantas motor pengontrolnya sendiri dibanderol US$ 400.

Pesawat modelnya sendiri kian praktis. Ada yang disebut ARF alias Almost Ready to Fly. Beli lalu siap terbang. Meski masih tetap ada juga pesawat model yang merupakan replika pesawat legendaris, yang merakitnya bisa memusingkan kepala dan harganya bisa mencapai US$ 20 ribu untuk pesawat bermesin turbin.

Alhasil, hobi pesawat model dengan RC makin populer, pada saat yang sama makin populer pula penggunaan pesawat tanpa awak untuk tujuan-tujuan yang jauh dari urusan hobi tadi. Tak pelak, yang merasakan dampak negatifnya adalah para pehobi.

Kilmon mengatakan harus ada regulasi untuk membedakan mana pesawat RC sebagai hobi dan mana 'Drone'. Dia menilai, pesawat RC sebagai hobi harus merujuk pada kegiatan menerbangkan pesawat model di mana pesawat masih kelihatan oleh mata si operator yang berada di tanah.

“Kami tidak menyebut pesawat elektrik yang terbang dalam jangkauan mata, dikontrol operator di tanah, kami tidak menyebutnya Drone,” kata Kilmon, yang adalah pejabat Akademi Model Aeronautika dan Presiden New Hampshire Flying Tigers, sebuah klub pehobi RC.

Pandangan ini sudah didengar oleh Federal Aviation Administration, badan pengelola penerbangan Amerika Serikat. Badan ini sedang merancang sebuah draft peraturan tentang Sistem Pesawat Tanpa Awak. Aturan yang ditargetkan bakal disahkan pada akhir tahun ini akan mengatur penerbangan tanpa awak, antara lain tentang batasan waktu atau ketinggian.

Munculnya rencana ini menenangkan orang-orang seperti Kilmon. Sembari menunggu regulasi, para pehobi mulai menyempitkan area permainan mereka di sebuah area khusus supaya pesawat-pesawatnya bisa diterbangkan tak jauh dari jangkauan matanya.

No comments:

Post a Comment