Program pertanian yang sedianya menggusur pertambangan migas dan batu
bara sebagai lokomotif ekonomi, dijadikan “jualan kecap” sejumlah
kandidat gubernur. Senyatanya, food estate yang dua tahun lalu begitu
dibanggakan malah jalan di tempat. “Food estate Kaltim omong kosong.”
Ucapan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, tahun lalu, kini nyaris
terbukti.
AIR muka Suswono semringah sejadi-jadinya. Di tengah
pematang di Desa Tanjung Buka, Delta Kayan, Kabupaten Bulungan, (kini
Provinsi Kaltara), Menteri Pertanian itu menancapkan tonggak food
estate, September 2011 silam. Setelah gagal di Merauke, Papua, ladang
pangan besar-besaran dialihkan ke timur Kalimantan. Sepuluh kabupaten di
Kaltim pun sedianya menyediakan 255 ribu hektare.
Diresmikan di tepi Sungai Kayan oleh Menteri Suswono, tiga BUMN beserta
beberapa swasta siap berinvestasi dalam food estate. PT Nusa Agro
Mandiri menjadi yang perdana menguji coba menanam padi. Sebuah harapan
menggelinding ketika sawah 1 hektare menghasilkan 1,5 ton gabah kering
giling. Senyum gembira Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pun tak
tertahankan ketika datang ke Bulungan untuk panen perdana, tahun lalu.
Diperkirakan memiliki potensi besar, perusahaan dari Solaria Group ini
pun mengembangkan lahan 75 hektare dari izin 5.000 hektare yang mereka
genggam di Bulungan. Juli 2013 lalu, investor berhasil menuai 5,5 ton
padi per hektare dengan total produksi 412,5 ton. Adapun tiga BUMN siap
mengambil setengah dari luas proyek food estate yaitu 100 ribu hektare.
PT Sang Hyang Sri meminta 40 ribu hektare, PT Pertani dan Pupuk
Sriwijaya Holding sama-sama mengajukan 30 ribu hektare. Ketiga
perusahaan negara itu disebut-sebut membawa investasi Rp 9 triliun.
Berbagai investor bahkan organisasi massa lantas tertarik. Tak
tanggung-tanggung, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kaltim menghitung, 22 investor termasuk tiga BUMN menyanggupi menanam
535 ribu hektare.
Pemprov Kaltim pun lekas menjadikan food estate sebagai program
unggulan. Dari sepuluh kabupaten, pemprov menginventarisasi 298.221
hektare lahan tersedia, 18 Januari 2012 lalu. Bulungan, Berau, Kutai
Barat, Kutai Timur, dan Kutai Kartanegara, menjadi kantong utama
penyediaan lahan. Teror mulai muncul. Dari lahan yang diajukan
kabupaten, sebagian besar masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK) yang
terlarang bagi aktivitas pertanian.
Diduga, kabupaten tak mampu menyediakan lahan kawasan budidaya
nonkehutanan (KBNK) lantaran lebih dahulu diduduki pertambangan batu
bara dan perkebunan sawit. Kondisi demikian diakui Kepala Dinas
Pertanian Tanaman Pangan (Dispertan) Kaltim, Ibrahim. “Memang begitu
keadaannya,” kata Ibrahim ketika Kaltim Post ditemui pekan lalu.
Dispertan Kaltim mencatat baru 88 ribu hektare lahan yang dinyatakan
clear and clean atau siap digunakan. Sisanya, sebanyak 73 ribu hektare
masuk KBK sedangkan 93 ribu hektare belum berstatus jelas. Ibrahim
mengatakan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan sudah mengizinkan revisi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim. Lahan yang masuk KBK diupayakan
berubah menjadi areal penggunaan lain sehingga boleh ditanami tanaman
pangan.
Namun, ketika tak sampai setahun food estate berjalan, Menteri Negara
BUMN Dahlan Iskan mengeluarkan pernyataan keras. Tiga BUMN tak kunjung
mendapat lahan, Dahlan menyebut food estate di Kaltim omong kosong pada
28 Agustus 2012. Baru-baru ini, PT Sang Hyang Sri telah mendapat areal
sawah di Kecamatan Talisayan dan Batu Putih, Berau, dengan luas 1.500
hektare.
BUMN ini juga berencana membuka ladang jagung di Talisayan dan
Biduk-Biduk pada Desember 2013. BUMN yang lain yakni PT Pertani, menurut
catatan Dispertan Kaltim, mulai mengurus perizinan penanaman padi
dengan lahan 6.000 hektare di Paser. Namun demikian, jauh sebelum
pemberian lahan bagi BUMN, Menteri Dahlan Iskan keburu memfokuskan
program food estate ke Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Lahan 100 ribu hektare di sana lebih dahulu tersedia. "Kami cabut dari
Kalimantan Timur. Semua itu (intensifikasi lahan sawah) hanya omong
kosong. Tidak ada tanah 100 ribu hektare,” kata Dahlan sebelum
memindahkan food estate ke Ketapang. Kemajuan food estate di Kaltim pun
berjalan lamban. Dari total 255,7 ribu hektare, hingga hari ini baru
Solaria Group yang mengembangkan 75 hektare dan sudah dituai.
Lahan panen 75 hektare itu hanya 0,03 persen dari 255 ribu hektare
lahan food estate yang menjadi ambisi pemprov. Isu kemandirian pangan
beserta alih-lokomotif ekonomi dari migas dan batu bara pun menjadi
perdebatan para calon gubernur. Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS)
Kaltim, pertumbuhan sektor pertanian sedikit merangkak selama lima
tahun terakhir.
Sektor ini cuma berkontribusi 6,5 persen dari produk domestik regional
bruto (PDRB) sektoral dengan pertumbuhan tak sampai 6 persen. Samiran,
kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kaltim,
membenarkan bahwa kontribusi maupun pertumbuhan sektor pertanian tak
pernah bergerak jauh dari angka itu. “Bahkan pertumbuhan pada 2009 dan
2010 hanya 2,91 dan 1,49 persen. Baru 2010 menembus 5,88 persen,” terang
Samiran.
Dari 2008 hingga 2012, nilai PDRB pertanian Kaltim hanya naik Rp 1,28
triliun. Jauh di bawah sektor pertambangan nonmigas yang sebagian besar
adalah batu bara. Dalam periode yang sama (2008-2012), PDRB sektor emas
hitam meningkat Rp 15 triliun (selengkapnya, silakan lihat infografis).
Bukan hanya sumbangan PDRB, lahan dan produksi pertanian terus menyusut.
Dispertan Kaltim melansir, luas lahan pertanian Kaltim 178.699 hektare
pada 2008 dengan produksi 750.601 ton dari semua komoditi pangan. Empat
tahun kemudian, luas tanaman pangan berkurang menjadi 145.982 hektare
dengan produksi 674.781 ton. Di tengah food estate yang berjalan lamban
dan sektor pertanian yang malah meredup, Ibrahim mengatakan masih banyak
peluang untuk maju. “Memang tak mudah.
Untuk food estate, perusahaan masih perlu mengurus perizinan di
kabupaten. Pemprov mendorong mereka mempercepat urusan,” katanya. PT
SHS, jelas Ibrahim, akan membuka ladang baru di Berau. Sedangkan PT
Pertani dan PT Indofood di Paser, kata Ibrahim, segera membuka lahan dan
memproduksi pangan. Belum lagi komoditas singkong gajah yang telah
diburu Holley Group Ltd, perusahaan dari Tiongkok.
Bekerja sama dengan PT United Sasamba Plantations (USP) yang investor
asal Kaltim, investasi Rp 550 miliar digelontorkan untuk membangun
perkebunan singkong di Paser. Dikonfirmasi permasalahan food estate,
Kepala Bappeda Kaltim sekaligus Pelaksana Tugas Sekprov, Rusmadi,
mengklaim food estate sudah berjalan. Delta Kayan di Bulungan, katanya,
menjadi pusat percontohan. “Food estate merupakan upaya memodernkan
pertanian,” sebut mantan dekan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman
ini.
Dia mengatakan, program food estate tak meninggalkan petani sebagai
penonton. Petani bisa bertransformasi dengan mencontoh perusahaan besar.
“Kami tetap yakin food estate berjalan dan ada perubahan fundamental
bagi para petani lewat program ini,” terangnya. Kepala Pusat Kajian
Strategis Pembangunan Pertanian, Fakultas Pertanian, Unmul, Zulkarnain,
mendesak pemerintah mendorong ekstensifikasi lahan pangan terutama padi.
Kabupaten/kota harus menyediakan lahan alih-alih membiarkan pematang
berubah menjadi kebun tambang.
Dari data yang dipegangnya, lahan pertanian pangan pada 2008 seluas
178.699 hektare. Tahun lalu tersisa 145.982 hektare. Menurut Zulkarnain,
peningkatan pangan melalui food estate masih belum terencana dengan
baik. Masih cenderung memberikan fasilitas kepada sektor swasta untuk
menanamkan modal. Padahal, pangan merupakan sektor strategis yang harus
dikuasai pemerintah, BUMN, BUMD, dan rakyat.
Dorongan pemerintah kepada pertanian rakyat pun belum terlihat. “Masih
banyak lahan-lahan produktif pertanian milik rakyat yang beralih ke
tambang batu bara,” sesalnya. Komisi II DPRD Kaltim yang membidangi
pertanian juga angkat bicara. Melalui ketua komisi, Rusman Yaqub,
legislatif mengaku tidak pernah menerima detail penjelasan proyek dari
pemerintah.
Wakil rakyat hanya mengetahui dari pemberitaan di media. “Kami menilai
food estate sekadar retorika dan pernyataan,” kata dia, kemarin (7/9).
Pemerintah, pintanya, harus lebih mementingkan penanganan alih fungsi
lahan pertanian dan rehabilitasi lahan untuk mengoptimalkan produksi
petani. “Jangan bicara food estate sementara lahan pertanian yang sudah
ada tak diproteksi dari tambang,” sebut dia sembari menambahkan,
“Pemindahan food estate oleh Pak Dahlan ke Kalbar itu saja sudah
tamparan bagi kita.”