Monday, 2 September 2013

Berburu ayam kampus masih mulus

Dua perempuan cantik itu bercengkerama dengan dua lelaki gemulai duduk di pojok sebuah kafe di Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Kulit putih mereka membalut tubuh langsing bak gitar Spanyol dengan polesan lipstik pucat berwarna merah muda.

Sesekali salah satu dari wanita bergaun hitam itu menatap nakal ke arah pengunjung. Kulit paha mulusnya tersingkap, memaksa mata tiap lelaki melirik. Aroma kopi robusta seolah lewat melihat bulu-bulu halus tumbuh di atas bibirnya.

Aldo, 63 tahun, bukan nama sebenarnya, mengeluarkan secarik kartu nama dari dompetnya. Dia melambaikan tangan dan mengerdip genit kepada si pria gemulai. Dia menitipkan kartu identitasnya ini kepada sasaran lewat pelayan. Tujuannya bisa berkenalan dengan dua perempuan cantik sejak tadi dia pandangi dari meja tempat dia duduk.

Saya bilang temen kamu cantik, terus dia bilang abang maunya apa dan saya dikenalin, kata Aldo, pengusaha sekaligus penikmat ayam kampus, saat berbincang dengan merdeka.com di Coffee Bean Cafe Plaza Senayan, Jakarta, awal bulan lalu.

Dari sana, perkenalan dengan pria lemah gemulai itu semakin akrab hingga bertukar alamat jejaring sosial dan kontak BlackBerry. Perkenalan berlanjut hingga bertanya soal foto wanita dipajang di gambar profil BlackBerry

Libidonya tersengat melihat kemolekan perempuan itu. Aldo lalu bertanya apakah dia bisa diajak menemani tidur. Sekali pakai Rp 7 juta, itu biasanya 4 jam, ujarnya.

Dari sana, Aldo mulai mengenal jaringan ayam kampus kelas kakap. Mereka bukan mahasiswi dari keluarga sederhana. Kebanyakan anak orang tajir. "Mereka bilang hanya cari tambahan saja, tuturnya.

Pengalaman berburu ayam kampus berminyak wangi mahal itu bukanlah isapan jempol. Dia sudah mafhum ciri-ciri ayam kampus biasa mangkal di pusat-pusat belanja wah. Sebagai bukti, dia memperlihatkan isi pesan singkat dari ayam kampus kini menjadi istrinya ketiganya itu.

Aldo bercerita selama empat tahun berburu, dia banyak mengencani ayam kampus berusia 22 tahun. Mereka berasal dari universitas swasta ternama di Jakarta. "Mereka butuh enggak butuh. Perlu waktu seminggu melobi untuk mau diajak tidur," katanya. Bahkan, ada ayam kampus dari sebuah universitas negeri di bilangan Jakarta Timur.

Namun siapa sangka, lelaki paruh baya dengan rambut sudah memutih ini selektif dalam berburu mahasiswi. Dia menolak tidur dengan mahasiswi tinggal di kos. Sebab, mereka sudah banyak ditiduri. "Aku nggak mau dikenalin anak kos-kosan, pertama dia sudah sering main," ujarnya.

Menurut Tania, penyedia jasa pemuas nafsu dari kalangan mahasiswi di Jakarta, mematok harga tidak begitu mahal. Untuk ayam kampus biasa menjadi model majalah internal di sebuah mal, tarif kencannya paling murah Rp 1 juta.

Untuk memuaskan konsumennya, Tania (nama samaran) menyediakan ayam kampus khusus pelanggan. Foto-foto piaraannya dia kirim melalui telepon seluler. "Yang siap saat ini hanya satu orang," katanya melalui pesan BlackBerry.

No comments:

Post a Comment