Dua perempuan cantik itu bercengkerama dengan dua lelaki gemulai duduk
di pojok sebuah kafe di Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Kulit putih
mereka membalut tubuh langsing bak gitar Spanyol dengan polesan lipstik
pucat berwarna merah muda.
Sesekali salah satu dari wanita
bergaun hitam itu menatap nakal ke arah pengunjung. Kulit paha mulusnya
tersingkap, memaksa mata tiap lelaki melirik. Aroma kopi robusta seolah
lewat melihat bulu-bulu halus tumbuh di atas bibirnya.
Aldo, 63
tahun, bukan nama sebenarnya, mengeluarkan secarik kartu nama dari
dompetnya. Dia melambaikan tangan dan mengerdip genit kepada si pria
gemulai. Dia menitipkan kartu identitasnya ini kepada sasaran lewat
pelayan. Tujuannya bisa berkenalan dengan dua perempuan cantik sejak
tadi dia pandangi dari meja tempat dia duduk.
Saya bilang temen
kamu cantik, terus dia bilang abang maunya apa dan saya dikenalin, kata
Aldo, pengusaha sekaligus penikmat ayam kampus, saat berbincang dengan
merdeka.com di Coffee Bean Cafe Plaza Senayan, Jakarta, awal bulan lalu.
Dari
sana, perkenalan dengan pria lemah gemulai itu semakin akrab hingga
bertukar alamat jejaring sosial dan kontak BlackBerry. Perkenalan
berlanjut hingga bertanya soal foto wanita dipajang di gambar profil
BlackBerry
Libidonya tersengat melihat kemolekan perempuan itu.
Aldo lalu bertanya apakah dia bisa diajak menemani tidur. Sekali pakai
Rp 7 juta, itu biasanya 4 jam, ujarnya.
Dari sana, Aldo mulai
mengenal jaringan ayam kampus kelas kakap. Mereka bukan mahasiswi dari
keluarga sederhana. Kebanyakan anak orang tajir. "Mereka bilang hanya
cari tambahan saja, tuturnya.
Pengalaman berburu ayam kampus
berminyak wangi mahal itu bukanlah isapan jempol. Dia sudah mafhum
ciri-ciri ayam kampus biasa mangkal di pusat-pusat belanja wah. Sebagai
bukti, dia memperlihatkan isi pesan singkat dari ayam kampus kini
menjadi istrinya ketiganya itu.
Aldo bercerita selama empat
tahun berburu, dia banyak mengencani ayam kampus berusia 22 tahun.
Mereka berasal dari universitas swasta ternama di Jakarta. "Mereka butuh
enggak butuh. Perlu waktu seminggu melobi untuk mau diajak tidur,"
katanya. Bahkan, ada ayam kampus dari sebuah universitas negeri di
bilangan Jakarta Timur.
Namun siapa sangka, lelaki paruh baya
dengan rambut sudah memutih ini selektif dalam berburu mahasiswi. Dia
menolak tidur dengan mahasiswi tinggal di kos. Sebab, mereka sudah
banyak ditiduri. "Aku nggak mau dikenalin anak kos-kosan, pertama dia
sudah sering main," ujarnya.
Menurut Tania, penyedia jasa pemuas
nafsu dari kalangan mahasiswi di Jakarta, mematok harga tidak begitu
mahal. Untuk ayam kampus biasa menjadi model majalah internal di sebuah
mal, tarif kencannya paling murah Rp 1 juta.
Untuk memuaskan
konsumennya, Tania (nama samaran) menyediakan ayam kampus khusus
pelanggan. Foto-foto piaraannya dia kirim melalui telepon seluler. "Yang
siap saat ini hanya satu orang," katanya melalui pesan BlackBerry.
No comments:
Post a Comment