Monday 9 September 2013

Menuai Ambisi di Ladang Food Estate

Program pertanian yang sedianya menggusur pertambangan migas dan batu bara sebagai lokomotif ekonomi, dijadikan “jualan kecap” sejumlah kandidat gubernur. Senyatanya, food estate yang dua tahun lalu begitu dibanggakan malah jalan di tempat. “Food estate Kaltim omong kosong.” Ucapan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, tahun lalu, kini nyaris terbukti.
 
AIR muka Suswono semringah sejadi-jadinya. Di tengah pematang di Desa Tanjung Buka, Delta Kayan, Kabupaten Bulungan, (kini Provinsi Kaltara), Menteri Pertanian itu menancapkan tonggak food estate, September 2011 silam. Setelah gagal di Merauke, Papua, ladang pangan besar-besaran dialihkan ke timur Kalimantan. Sepuluh kabupaten di Kaltim pun sedianya menyediakan 255 ribu hektare.
 
Diresmikan di tepi Sungai Kayan oleh Menteri Suswono, tiga BUMN beserta beberapa swasta siap berinvestasi dalam food estate. PT Nusa Agro Mandiri menjadi yang perdana menguji coba menanam padi. Sebuah harapan menggelinding ketika sawah 1 hektare menghasilkan 1,5 ton gabah kering giling. Senyum gembira Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pun tak tertahankan ketika datang ke Bulungan untuk panen perdana, tahun lalu.
 
Diperkirakan memiliki potensi besar, perusahaan dari Solaria Group ini pun mengembangkan lahan 75 hektare dari izin 5.000 hektare yang mereka genggam di Bulungan. Juli 2013 lalu, investor berhasil menuai 5,5 ton padi per hektare dengan total produksi 412,5 ton. Adapun tiga BUMN siap mengambil setengah dari luas proyek food estate yaitu 100 ribu hektare.
 
PT Sang Hyang Sri meminta 40 ribu hektare, PT Pertani dan Pupuk Sriwijaya Holding sama-sama mengajukan 30 ribu hektare. Ketiga perusahaan negara itu disebut-sebut membawa investasi Rp 9 triliun. Berbagai investor bahkan organisasi massa lantas tertarik. Tak tanggung-tanggung, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim menghitung, 22 investor termasuk tiga BUMN menyanggupi menanam 535 ribu hektare.
 
Pemprov Kaltim pun lekas menjadikan food estate sebagai program unggulan. Dari sepuluh kabupaten, pemprov menginventarisasi 298.221 hektare lahan tersedia, 18 Januari 2012 lalu. Bulungan, Berau, Kutai Barat, Kutai Timur, dan Kutai Kartanegara, menjadi kantong utama penyediaan lahan. Teror mulai muncul. Dari lahan yang diajukan kabupaten, sebagian besar masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK) yang terlarang bagi aktivitas pertanian.
 
Diduga, kabupaten tak mampu menyediakan lahan kawasan budidaya nonkehutanan (KBNK) lantaran lebih dahulu diduduki pertambangan batu bara dan perkebunan sawit. Kondisi demikian diakui Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Dispertan) Kaltim, Ibrahim. “Memang begitu keadaannya,” kata Ibrahim ketika Kaltim Post ditemui pekan lalu.
 
Dispertan Kaltim mencatat baru 88 ribu hektare lahan yang dinyatakan clear and clean atau siap digunakan. Sisanya, sebanyak 73 ribu hektare masuk KBK sedangkan 93 ribu hektare belum berstatus jelas. Ibrahim mengatakan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan sudah mengizinkan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim. Lahan yang masuk KBK diupayakan berubah menjadi areal penggunaan lain sehingga boleh ditanami tanaman pangan.
 
Namun, ketika tak sampai setahun food estate berjalan, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengeluarkan pernyataan keras. Tiga BUMN tak kunjung mendapat lahan, Dahlan menyebut food estate di Kaltim omong kosong pada 28 Agustus 2012. Baru-baru ini, PT Sang Hyang Sri telah mendapat areal sawah di Kecamatan Talisayan dan Batu Putih, Berau, dengan luas 1.500 hektare.
 
BUMN ini juga berencana membuka ladang jagung di Talisayan dan Biduk-Biduk pada Desember 2013. BUMN yang lain yakni PT Pertani, menurut catatan Dispertan Kaltim, mulai mengurus perizinan penanaman padi dengan lahan 6.000 hektare di Paser. Namun demikian, jauh sebelum pemberian lahan bagi BUMN, Menteri Dahlan Iskan keburu memfokuskan program food estate ke Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
 
Lahan 100 ribu hektare di sana lebih dahulu tersedia. "Kami cabut dari Kalimantan Timur. Semua itu (intensifikasi lahan sawah) hanya omong kosong. Tidak ada tanah 100 ribu hektare,” kata Dahlan sebelum memindahkan food estate ke Ketapang. Kemajuan food estate di Kaltim pun berjalan lamban. Dari total 255,7 ribu hektare, hingga hari ini baru Solaria Group yang mengembangkan 75 hektare dan sudah dituai.
 
Lahan panen 75 hektare itu hanya 0,03 persen dari 255 ribu hektare lahan food estate yang menjadi ambisi pemprov. Isu kemandirian pangan beserta alih-lokomotif ekonomi dari migas dan batu bara pun menjadi perdebatan para calon gubernur. Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, pertumbuhan sektor pertanian sedikit merangkak selama lima tahun terakhir.
 
Sektor ini cuma berkontribusi 6,5 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB) sektoral dengan pertumbuhan tak sampai 6 persen. Samiran, kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kaltim, membenarkan bahwa kontribusi maupun pertumbuhan sektor pertanian tak pernah bergerak jauh dari angka itu. “Bahkan pertumbuhan pada 2009 dan 2010 hanya 2,91 dan 1,49 persen. Baru 2010 menembus 5,88 persen,” terang Samiran.
 
Dari 2008 hingga 2012, nilai PDRB pertanian Kaltim hanya naik Rp 1,28 triliun. Jauh di bawah sektor pertambangan nonmigas yang sebagian besar adalah batu bara. Dalam periode yang sama (2008-2012), PDRB sektor emas hitam meningkat Rp 15 triliun (selengkapnya, silakan lihat infografis). Bukan hanya sumbangan PDRB, lahan dan produksi pertanian terus menyusut.
 
Dispertan Kaltim melansir, luas lahan pertanian Kaltim 178.699 hektare pada 2008 dengan produksi 750.601 ton dari semua komoditi pangan. Empat tahun kemudian, luas tanaman pangan berkurang menjadi 145.982 hektare dengan produksi 674.781 ton. Di tengah food estate yang berjalan lamban dan sektor pertanian yang malah meredup, Ibrahim mengatakan masih banyak peluang untuk maju. “Memang tak mudah.
 
Untuk food estate, perusahaan masih perlu mengurus perizinan di kabupaten. Pemprov mendorong mereka mempercepat urusan,” katanya. PT SHS, jelas Ibrahim, akan membuka ladang baru di Berau. Sedangkan PT Pertani dan PT Indofood di Paser, kata Ibrahim, segera membuka lahan dan memproduksi pangan. Belum lagi komoditas singkong gajah yang telah diburu Holley Group Ltd, perusahaan dari Tiongkok.
 
Bekerja sama dengan PT United Sasamba Plantations (USP) yang investor asal Kaltim, investasi Rp 550 miliar digelontorkan untuk membangun perkebunan singkong di Paser. Dikonfirmasi permasalahan food estate, Kepala Bappeda Kaltim sekaligus Pelaksana Tugas Sekprov, Rusmadi, mengklaim food estate sudah berjalan. Delta Kayan di Bulungan, katanya, menjadi pusat percontohan. “Food estate merupakan upaya memodernkan pertanian,” sebut mantan dekan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman ini.
 
Dia mengatakan, program food estate tak meninggalkan petani sebagai penonton. Petani bisa bertransformasi dengan mencontoh perusahaan besar. “Kami tetap yakin food estate berjalan dan ada perubahan fundamental bagi para petani lewat program ini,” terangnya. Kepala Pusat Kajian Strategis Pembangunan Pertanian, Fakultas Pertanian, Unmul, Zulkarnain, mendesak pemerintah mendorong ekstensifikasi lahan pangan terutama padi. Kabupaten/kota harus menyediakan lahan alih-alih membiarkan pematang berubah menjadi kebun tambang.
 
Dari data yang dipegangnya, lahan pertanian pangan pada 2008 seluas 178.699 hektare. Tahun lalu tersisa 145.982 hektare. Menurut Zulkarnain, peningkatan pangan melalui food estate masih belum terencana dengan baik. Masih cenderung memberikan fasilitas kepada sektor swasta untuk menanamkan modal. Padahal, pangan merupakan sektor strategis yang harus dikuasai pemerintah, BUMN, BUMD, dan rakyat.
 
Dorongan pemerintah kepada pertanian rakyat pun belum terlihat. “Masih banyak lahan-lahan produktif pertanian milik rakyat yang beralih ke tambang batu bara,” sesalnya. Komisi II DPRD Kaltim yang membidangi pertanian juga angkat bicara. Melalui ketua komisi, Rusman Yaqub, legislatif mengaku tidak pernah menerima detail penjelasan proyek dari pemerintah.
 
Wakil rakyat hanya mengetahui dari pemberitaan di media. “Kami menilai food estate sekadar retorika dan pernyataan,” kata dia, kemarin (7/9). Pemerintah, pintanya, harus lebih mementingkan penanganan alih fungsi lahan pertanian dan rehabilitasi lahan untuk mengoptimalkan produksi petani. “Jangan bicara food estate sementara lahan pertanian yang sudah ada tak diproteksi dari tambang,” sebut dia sembari menambahkan, “Pemindahan food estate oleh Pak Dahlan ke Kalbar itu saja sudah tamparan bagi kita.”

No comments:

Post a Comment