SANGASANGA – Sekolah kembali digempur tambang. Kali
ini terjadi di SMA 1 Sangasanga, Kutai Kartanegara. Para guru kaget
ketika usai libur Lebaran, aktivitas tambang sudah benar-benar persis di
samping sekolah. Uniknya, justru para guru yang diancam mau dilaporkan
ke polisi oleh oknum yang diduga dari perusahaan dan perwakilan LSM.
Kabar ini, sudah berembus sejak dua hari lalu.
Media ini kemarin langsung mengunjungi sekolah yang berada di
Sangasanga Dalam itu. Benar saja, gundukan tanah pertanda ada galian,
menjulang persis di depan sekolah. Sekira 30 meter dari sekolah terdapat
pusat galian tambang sedalam kurang lebih 30 meter. Aroma belerang
menusuk hidung. Sebab belum semua emas hitam berhasil dikeruk, aktivitas
penambangan terhenti.
Kepala SMA 1 Sangasanga, Faharuddin Husain kepada Kaltim Post,
bercerita sebenarnya ada kesepakatan antara pihak perusahaan dan guru.
Di antaranya, melarang ada aktivitas pertambangan di samping musala
sekolah, menambang pada malam hari, dan memperbaiki lapangan basket.
Kesepakatan tersebut ditandatangani di atas materai pada Jumat (9/7)
saat Ramadan lalu.
Setelah Idulfitri, para guru terkaget-kaget di samping sekolah tersebut
telah ditambang oleh CV Pelita Jaya (PJ) kontraktor dari pemilik
konsesi CV Anugrah Batu Singkap (ABS), yang diduga aktivitasnya
berlangsung saat libur Lebaran. “Para guru di sini kaget. Di samping
sekolah itu sudah ditambang, padahal dalam kesepakatan kami telah
memberikan izin bahwa yang boleh ditambang hanya di sebelah bukit dari
sekolah,” ujarnya.
Pada Senin (26/8), pihaknya menggelar rapat bersama kecamatan, Koramil,
Polsek, dan CV PJ. Sejumlah persyaratan tadi disodorkan oleh SMA 1.
Perusahaan lantas sepakat tak akan menambang persis di depan sekolah
atau persis di samping musala SMA 1. “Kami pikir masalah selesai, karena
mereka (CV PJ) memilih tak menambang,” katanya.
Faktanya tak demikian. Sejumlah guru mendapat laporan, Rabu (28/8)
malam lahan tepat di samping musala sekolah kembali ditambang. Melihat
aktivitas itu, para guru mendatangi dan meminta untuk menghentikan
aktivitas. Namun rupanya, tindakan itu diduga dianggap oknum pihak
perusahaan sebagai tindakan “menyerang”. Lantaran beberapa guru ada yang
membawa kayu. “Padahal kami membawa kayu itu, karena habis hujan tanah
di sana licin.
Tapi kami malah dituduh melakukan penyerangan karena memegang kayu,”
terang Faharuddin. Besoknya, kata dia, ada dua orang oknum karyawan CV
PJ dan seseorang yang mengatasnamakan lembaga swadaya masyarakat (LSM),
mengancam sudah melaporkan tindakan guru kepada polisi. “Mereka menuduh
para guru melakukan penyerangan,” ujarnya.
Ia tak tahu pasti apa motif laporan kepada polisi, yang pasti pihak
perusahaan merasa kegiatannya diganggu oleh pihak sekolah. Faharuddin
mengatakan, sebenarnya perusahaan menyepakati akan membantu kegiatan
sekolah. “Kami juga meminta CV PJ memperbaiki lapangan voli, karena
lapangan yang ada sudah rusak, semen tergerus air karena kerap banjir,”
bebernya.
Banjir yang kerap melanda sekolah ini juga, sudah banyak membuat
kerugian. Sebab, ketika banjir datang selalu merendam ruang kelas hingga
ruangan guru. “Kami sudah capek melapor banjir dari dampak tambang ini,
tak ada juga yang menanggapi,” ujarnya. “Kami hanya ingin menjaga
sekolah ini, hanya itu tujuan kami,” sambungnya.
Wakil Kepala SMA 1 Sangasanga, Pratiwi Mahwati menambahkan, aktivitas
penambangan emas hitam ini melanggar aturan. “Padahal kan ada aturan,
boleh menambang batu bara dengan jarak minimal 500 meter dari fasilitas
umum,” ungkapnya. Seperti diketahui, Juli tahun lalu, Menteri Lingkungan
Hidup Balthasar Kambuaya telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah
Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberi waktu selama setahun untuk
menyiapkan. Tahun ini regulasi tersebut sudah mulai diberlakukan.
Artinya perusahaan wajib tunduk pada Permen LH ini. Salah satu poinnya,
soal jarak dengan fasilitas umum tadi. Tiwi --sapaan akrabnya--
membeberkan, sebenarnya ancaman dampak akibat penambangan batu bara bagi
SMA 1 Sangasanga bukan sekali ini saja.
Banjir lumpur sudah biasa tiap hujan deras melanda. Pada 2009, kata
dia, CV ABS pertama kali jadi penambang batu bara di sana. Setelah
munculnya aktivitas tambang, yang tadinya sekolah ini tak pernah
terendam air, malah banjir lumpur setinggi 40 sentimeter dan masuk ke
dalam kelas. “Kejadian itu (banjir) terus terjadi tiap hujan. Perusahaan
tak memerhatikan lingkungan.
Apalagi jarak penambangan tak lebih 200 meter dari sekolah,” ungkapnya.
Dikatakan, setelah banjir yang terus-menerus menghantui SMA 1
Sangasanga, tahun 2010 dewan guru memutuskan ngeluruk ke DPRD Kukar.
Bahkan aspirasi mereka juga sampai ke telinga Pj Bupati Kukar Sulaiman
Gafur kala itu. Tapi keinginan mereka terbebas dari tambang tak
terealisasi. Hingga pada 2012, aktivitas CV ABS berhenti.
Selama setahun, tak ada penambangan batu bara, bukan berarti ancaman
banjir berhenti. Bekas tambang yang belum direvegetasi jadi penyebab,
kala hujan kerap kali mendatangkan lumpur dan pasir ke sekolah. “Tapi
tahun ini beruntung kami mendapatkan bantuan ruang kelas baru (TKB),”
bebernya. Tiwi menjelaskan, SMA 1 Sangasanga mendapatkan bantuan RKB
sebanyak delapan kelas dari Pemkab Kukar.
Sedangkan bangunan lama sudah dibongkar. “Kami berharap tak ada banjir
lagi. Sehingga bangunan baru tak rusak,” harapnya. Menurutnya, kembali
adanya penambangan batu bara itu, bahkan kini lokasinya persis di
samping sekolah, dikhawatirkan memberi masalah lebih banyak. Selain
banjir, kesehatan siswa dan guru bakal terancam.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kukar,
Taufik Hidayat mengatakan, akan berkoordinasi dengan Dinas pertambangan
dan energi Kukar. Perusahaan akan diberi teguran dari dampak aktivitas
tambang. “Perusahaan akan kami beri teguran, apalagi jika ada yang
dirugikan dari aktivitas pertambangan tersebut,” tegasnya.
Ia menuturkan, jika tak ada kesepakatan, untuk pemulihan di sekitar
lingkungan sekolah, akan diberi surat paksaan perbaikan oleh pemkab.
“Apabila tak menjalankan perintah paksaan perbaikan, kami akan melakukan
pembekuan izin lingkungannya. Tak ditanggapi juga dianggap melanggar
ketaatan bupati, dengan sanksi pencabutan IUP,” tegasnya.
Disinggung terkait Permen LH No 4 Tahun 2012 yang salah satu
indikatornya mengatur jarak pertambangan minimal 500 meter dari
fasilitas publik, menurutnya, jika mengacu Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan perusahaan yang dibuat pada 2012, CV PJ
bisa diberikan sanksi karena tak mematuhi Permen.
Namun jika izin CV PJ dikeluarkan sebelum 2012, peraturan yang mengacu
berpedoman pada aturan yang lama. “Saya akan buka dulu data CV PJ ini,
sebelum menindak perusahaan tersebut,” ujarnya. Dikonfirmasi Kapolsek
Sangasanga AKP, R Sigit Satrio Hutomo menampik, adanya laporan dari LSM
ke pihaknya. “Kami tak ada menerima laporan ada guru SMA 1 dilaporkan
oleh perusahaan karena melakukan penyerangan.
No comments:
Post a Comment