Sunday, 1 September 2013

Guru Kaget Tambang di Samping Sekolah

SANGASANGA – Sekolah kembali digempur tambang. Kali ini terjadi di SMA 1 Sangasanga, Kutai Kartanegara. Para guru kaget ketika usai libur Lebaran, aktivitas tambang sudah benar-benar persis di samping sekolah. Uniknya, justru para guru yang diancam mau dilaporkan ke polisi oleh oknum yang diduga dari perusahaan dan perwakilan LSM. Kabar ini, sudah berembus sejak dua hari lalu.
 
Media ini kemarin langsung mengunjungi sekolah yang berada di Sangasanga Dalam itu. Benar saja, gundukan tanah pertanda ada galian, menjulang persis di depan sekolah. Sekira 30 meter dari sekolah terdapat pusat galian tambang sedalam kurang lebih 30 meter. Aroma belerang menusuk hidung. Sebab belum semua emas hitam berhasil dikeruk, aktivitas penambangan terhenti.
 
Kepala SMA 1 Sangasanga, Faharuddin Husain kepada Kaltim Post, bercerita sebenarnya ada kesepakatan antara pihak perusahaan dan guru. Di antaranya, melarang ada aktivitas pertambangan di samping musala sekolah, menambang pada malam hari, dan memperbaiki lapangan basket. Kesepakatan tersebut ditandatangani di atas materai pada Jumat (9/7) saat Ramadan lalu.
 
Setelah Idulfitri, para guru terkaget-kaget di samping sekolah tersebut telah ditambang oleh CV Pelita Jaya (PJ) kontraktor dari pemilik konsesi CV Anugrah Batu Singkap (ABS), yang diduga aktivitasnya berlangsung saat libur Lebaran. “Para guru di sini kaget. Di samping sekolah itu sudah ditambang, padahal dalam kesepakatan kami telah memberikan izin bahwa yang boleh ditambang hanya di sebelah bukit dari sekolah,” ujarnya.
 
Pada Senin (26/8), pihaknya menggelar rapat bersama kecamatan, Koramil, Polsek, dan CV PJ. Sejumlah persyaratan tadi disodorkan oleh SMA 1. Perusahaan lantas sepakat tak akan menambang persis di depan sekolah atau persis di samping musala SMA 1. “Kami pikir masalah selesai, karena mereka (CV PJ) memilih tak menambang,” katanya.
 
Faktanya tak demikian. Sejumlah guru mendapat laporan, Rabu (28/8) malam lahan tepat di samping musala sekolah kembali ditambang. Melihat aktivitas itu, para guru mendatangi dan meminta untuk menghentikan aktivitas. Namun rupanya, tindakan itu diduga dianggap oknum pihak perusahaan sebagai tindakan “menyerang”. Lantaran beberapa guru ada yang membawa kayu. “Padahal kami membawa kayu itu, karena habis hujan tanah di sana licin.
 
Tapi kami malah dituduh melakukan penyerangan karena memegang kayu,” terang Faharuddin. Besoknya, kata dia, ada dua orang oknum karyawan CV PJ dan seseorang yang mengatasnamakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), mengancam sudah melaporkan tindakan guru kepada polisi. “Mereka menuduh para guru melakukan penyerangan,” ujarnya.
 
Ia tak tahu pasti apa motif laporan kepada polisi, yang pasti pihak perusahaan merasa kegiatannya diganggu oleh pihak sekolah. Faharuddin mengatakan, sebenarnya perusahaan menyepakati akan membantu kegiatan sekolah. “Kami juga meminta CV PJ memperbaiki lapangan voli, karena lapangan yang ada sudah rusak, semen tergerus air karena kerap banjir,” bebernya.
 
Banjir yang kerap melanda sekolah ini juga, sudah banyak membuat kerugian. Sebab, ketika banjir datang selalu merendam ruang kelas hingga ruangan guru. “Kami sudah capek melapor banjir dari dampak tambang ini, tak ada juga yang menanggapi,” ujarnya. “Kami hanya ingin menjaga sekolah ini, hanya itu tujuan kami,” sambungnya.
 
Wakil Kepala SMA 1 Sangasanga, Pratiwi Mahwati menambahkan, aktivitas penambangan emas hitam ini melanggar aturan. “Padahal kan ada aturan, boleh menambang batu bara dengan jarak minimal 500 meter dari fasilitas umum,” ungkapnya. Seperti diketahui, Juli tahun lalu, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara.
 
Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberi waktu selama setahun untuk menyiapkan. Tahun ini regulasi tersebut sudah mulai diberlakukan. Artinya perusahaan wajib tunduk pada Permen LH ini. Salah satu poinnya, soal jarak dengan fasilitas umum tadi. Tiwi --sapaan akrabnya-- membeberkan, sebenarnya ancaman dampak akibat penambangan batu bara bagi SMA 1 Sangasanga bukan sekali ini saja.
 
Banjir lumpur sudah biasa tiap hujan deras melanda. Pada 2009, kata dia, CV ABS pertama kali jadi penambang batu bara di sana. Setelah munculnya aktivitas tambang, yang tadinya sekolah ini tak pernah terendam air, malah banjir lumpur setinggi 40 sentimeter dan masuk ke dalam kelas. “Kejadian itu (banjir) terus terjadi tiap hujan. Perusahaan tak memerhatikan lingkungan.
 
Apalagi jarak penambangan tak lebih 200 meter dari sekolah,” ungkapnya. Dikatakan, setelah banjir yang terus-menerus menghantui SMA 1 Sangasanga, tahun 2010 dewan guru memutuskan ngeluruk ke DPRD Kukar. Bahkan aspirasi mereka juga sampai ke telinga Pj Bupati Kukar Sulaiman Gafur kala itu. Tapi keinginan mereka terbebas dari tambang tak terealisasi. Hingga pada 2012, aktivitas CV ABS berhenti.
 
Selama setahun, tak ada penambangan batu bara, bukan berarti ancaman banjir berhenti. Bekas tambang yang belum direvegetasi jadi penyebab, kala hujan kerap kali mendatangkan lumpur dan pasir ke sekolah. “Tapi tahun ini beruntung kami mendapatkan bantuan ruang kelas baru (TKB),” bebernya. Tiwi menjelaskan, SMA 1 Sangasanga mendapatkan bantuan RKB sebanyak delapan kelas dari Pemkab Kukar.
 
Sedangkan bangunan lama sudah dibongkar. “Kami berharap tak ada banjir lagi. Sehingga bangunan baru tak rusak,” harapnya. Menurutnya, kembali adanya penambangan batu bara itu, bahkan kini lokasinya persis di samping sekolah, dikhawatirkan memberi masalah lebih banyak. Selain banjir, kesehatan siswa dan guru bakal terancam.
 
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kukar, Taufik Hidayat mengatakan, akan berkoordinasi dengan Dinas pertambangan dan energi Kukar. Perusahaan akan diberi teguran dari dampak aktivitas tambang. “Perusahaan akan kami beri teguran, apalagi jika ada yang dirugikan dari aktivitas pertambangan tersebut,” tegasnya.
 
Ia menuturkan, jika tak ada kesepakatan, untuk pemulihan di sekitar lingkungan sekolah, akan diberi surat paksaan perbaikan oleh pemkab. “Apabila tak menjalankan perintah paksaan perbaikan, kami akan melakukan pembekuan izin lingkungannya. Tak ditanggapi juga dianggap melanggar ketaatan bupati, dengan sanksi pencabutan IUP,” tegasnya.
 
Disinggung terkait Permen LH No 4 Tahun 2012 yang salah satu indikatornya mengatur jarak pertambangan minimal 500 meter dari fasilitas publik, menurutnya, jika mengacu Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan perusahaan yang dibuat pada 2012, CV PJ bisa diberikan sanksi karena tak mematuhi Permen.
 
Namun jika izin CV PJ dikeluarkan sebelum 2012, peraturan yang mengacu berpedoman pada aturan yang lama. “Saya akan buka dulu data CV PJ ini, sebelum menindak perusahaan tersebut,” ujarnya. Dikonfirmasi Kapolsek Sangasanga AKP, R Sigit Satrio Hutomo menampik, adanya laporan dari LSM ke pihaknya. “Kami tak ada menerima laporan ada guru SMA 1 dilaporkan oleh perusahaan karena melakukan penyerangan.
 
Bisa dicek ke Polsek laporannya, tapi saya pastikan tak ada laporan,” ucapnya, singkat. Media ini belum berhasil mengonfirmasi CV ABS maupun CV PJ. Sebab lokasi perusahaan yang belum diketahui keberadaannya. Sejumlah pekerja tambang yang sedang beraktivitas tak jauh dari SMA 1 Sangasanga, mengaku tak tahu di mana alamat kantornya berada. “Maaf mas, kami di sini hanya bekerja. Saya tak tahu apa-apa soal itu (penambangan dekat SMA 1, Red),” kata pria yang namanya enggan dikorankan ini

No comments:

Post a Comment